Hukum Perikatan : Penitipan Barang, Pinjam Pakai, Pinjam Meminjam, Pemberian Kuasa, Penanggungan Utang, Perdamaian dan Arbitrase. (Bagian 2)
Hukum Perikatan : Penitipan Barang,
Pinjam Pakai, Pinjam Meminjam, Pemberian Kuasa, Penanggungan Utang, Perdamaian
dan Arbitrase. (Bagian 2)
A. Penitipan Barang.
1.
Penitipan
pada Umumnya dan Berbagai Macamnya.
Penitipan adalah terjadi apabila seseorang
menerima sesuatu barang dari orang lain, dengan syarat bahwa ia akan
menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya.
Mengenai hal ini diatur dalam pasal 1694
B.W.
Menurut
Undang - Undang ada dua macam Penitipan Barang yaitu :
a. Penitipan Barang yang Sejati.
Penitipan barang yang sejati dianggap
dibuat dengan Cuma - Cuma, jika tidak diperjanjikan sebaliknya, sedangkan ia
hanya dapat mengenai barang - barang yang bergerak (pasal 1696).
Sipenerima titipan barang tidak
diperbolehkan memakai barang yang dititipkan untuk keperluan sendiri tanpa
izinnya orang yang menitipkan barang , yang dinyatakan dengan tegas atau
dipersangkakan, atas ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunga jika ada alasan
untuk itu (pasal 1712).
b.
Sekestrasi.
Adalah penitipan barang tentang mana ada
perselisihan, di tangannya seorang pihak ketiga yang mengikatkan diri untuk,
setelah perselisihan itu diputus, mengembalikan barang itu kepada siapa yang
akan dinyatakan berhak, beserta hasil - hasilnya. Penitipan ini ada yang terjadi
dengan persetujuan dan ada pula yang dilakukan atas perintah hakim atau
pengadilan. Mengenai hal ini diatur dalam pasal 1730 – 1734.
B. Pinjam Pakai.
1
Pengertian
dan Ketentuan - ketentuan Umum.
Pinjam pakai adalah suatu perjanjian
dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak yang lainnya
untuk dipakai dengan Cuma - Cuma, dengan syarat bahwa yang menerima barang ini,
setelah memakainya atau setelah lewatnya suatu waktu tertentu, akan
mengembalikannya (pasal 1740).
Dalam pinjam pakai, pihak yang
meminjamkan tetap menjadi pemilik dari barang yang dipinjamkan (pasal 1741).
Segala apa yang dapat dipakai orang dan
tidak musnah karena pemakaian, dapat menjadi bahan perjanjian pinjam - pakai
(pasal 1742).
2
Kewajiban
Peminjam.
Peminjam diwajibkan menyimpan dan
memelihara barang pinjaman itu sebagai seorang bapak rumah yang baik dan tidak
boleh memakainya guna suatu keperluan yang lain. Jika ia memakai barangnya
pinjaman guna suatu keperluan lain atau lebih lama dari yang diperbolehkan,
maka selain dari pada itu ia adalah bertanggung jawab atas musnahnya barangnya sekalipun
musnahnya barang itu disebabkan karena suatu kejadian yang sama sekali tidak di
sengaja (pasal 1744).
Jika barangnya pada waktu dipinjamkan,
telah ditaksir harganya, maka musnahnya barang itu, biarpun ini terjadi karena
suatu kejadian yang tidak disengaja, adalah atas tanggungan si peminjam,
kecuali apabila telah diperjanjikan sebalknya (pasal 1746).
3
Kewajiban
orang yang meminjamkan.
Orang yang meminjamkan tidak boleh meminta
kembali barang yang dipinjamkan selainnya setelah lewatnya waktu yang
ditentukan, atau jika tidak ada ketentuan yang demikian, setelah barangnya
dipakai atau dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan (pasal 1750).
C. Pinjam – Meminjam.
1.
Pengertian
dan Ketentuan – Ketentuan Umum.
Pinjam - Meminjam adalah suatu
perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu
jumlah tertentu barang - barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat
bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis
dan mutu yang sama pula (pasal 1754).
Berdasarkan perjanjian pinjam - meminjam,
pihak yang menerima pinjaman menjadi pemilik dari barang yang dipinjam, dan
jika barang itu musnah, dengan cara bagaimanapun, maka kemusnahan itu adalah atas
tanggungannya (pasal 1755).
2.
Kewajban
Orang yang Meminjamkan.
Orang yang meminjamkan tidak boleh
meminta kembali apa yang telah dipinjamkannya sebelum lewatnya waktu yang telah
di tentukan dalam perjanjian (pasal 1759).
3.
Kewajiban
Peminjam.
Orang menerima pinjaman sesuatu
diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang sama dan pada waktu
yang ditentukan (pasal 1763).
Jka sipeminjam tidak mampu mengembalikan
barang yang dipinjamnya dalam jumalah dan keadaan yang sama maka ia diwajibkan
membayar harganya, dalam hal mana harus diperhatikan waktu dan tempat dimana
barangnya, menurut perjanjian, harus dikembalikan.
4.
Meminjamkan
dengan Bunga.
Dalam pasal 1765 menyatakan bahwa adalah
diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang
menghabis karena pemakaian.
D. Perjanjian Untung – Untungan.
1.
Pengertian
Perjanjian Untung – Untungan.
Adalah suatu perbuatan yang hasilnya
mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak,
bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu.
Termasuk
didalam perjanjian untung - untungan yaitu :
a. Perjanjian
pertanggungan.
b. Bunga
cagak hidup.
c. Perjudian
dan pertaruhan.
Mengenai perjanjian pertanggungan diatur
dalam pasal 1774.
2.
Bunga
Cagak - Hidup.
Bunga cagak hidup dapat dilahirkan
dengan suatu prjanjian atas beban, atau dengan suatu akte hibah. Ada juga bunga
cagak hidup itu diperoleh dengan wasiat. Suatu perjanjian atas beban adalah
perjanjian timbal balik dimana prestasi dari pihak yang satu adalah imbalan dari
prestasi pihak yang lain.
3.
Perjudian
dan Pertaruhan.
Baik dalam perjudian dan pertaruhan
hasil tentang untung atau rugi digantungkan pada suatu kejadian yang belum
tentu.
Perbedaannya
antara Perjudian dan Pertaruhan adalah :
a. Dalam
Perjudian, tiap - tiap pihak mengambil bagian atau ikut serta dalam permainan
yang hasilnya akan menetukan untung atau rugi tersebut. Selanjutnya dalam
perjudian, hasil dari permainan tersebut selalu hampir seluruhnya tergantung
pada nasib dan tidak pada kepandaian.
b. Dalam
Pertaruhan, mereka berada di luar permainan tersebut. Malahan adakalanya tidak
ada sesuatu yang dinamakan permainan tetapi hanya ada suatu kejadian saja.
E. Pemberian Kuasa.
1.
Pengertian
Pemberian Kuasa.
Adalah suatu perjanjian dengan mana
seorang memberikan kekuasaan atau wewenang kepada seseorang lain, yang
menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan (pasal 1792).
2.
Kewajiban
Si kuasa.
Si kuasa diwajibkan selama ia belum
dibebaskan, melaksanakan kuasanya, dan ia menanggung segala biaya, kerugian,
dan bunga yang sekiranya dapat timbul karena tidak dilaksanakannya kuasa
tersebut.
Si
kuasa bertanggungjawab untuk orang yang telah ditunujuk olehnya sebagai
penggantinya dalam melaksanakan kuasanya :
a. Jika
tidak telah diberikan kekuasaan untuk menunjuk seorang lain sebagai
penggantinya.
b. Jika
kekuasaan itu telah diberikan kepadanya tanpa tanpa penyebutan seorang
tertentu, sedangkan orang yang dipilihnya itu ternyata seorang yang tak cakap
atau tak mampu.
3.
Kewajiban
si Pemberi Kuasa.
Si pemberi kuasa diwajibkan memenuhi
perikatan - perikatan yang diperbuat oleh si kuasa menurut kekuasaan yang ia
telah berikan kepadanya.
Ia tidak terikat pada apa yang telah
diperbuat selebihnya dari pada itu, selainnya sekadar ia telah menyetujuinya
secara tegas atau secara diam – diam (pasal 1807).
4.
Berakhirnya
pemberian kuasa.
Pasal
1813 memberikan bermacam - macam cara berakhirnya pemberian kuasa, yaitu :
a. Dengan
ditariknya kembali kuasanya si juru kuasa.
b. Dengan
pemberitahuan penghentian kuasanya oleh sijuru kuasa.
c. Dengan
meninggalnya, pengampunannya atau pailitnya si pemberi kuasa maupun si penerima
kuasa.
d. Dengan
perkawinan si perempuan yang memberikan atau menerima kuasa.
F. Penanggungan Utang.
1.
Pengertian
dan Sifat - sifat Penanggungan.
Penanggungan
Adalah
suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si
berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berpiutang,
manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya (pasal 1820).
Tiada penanggungan , jika tidak ada
suatu perikatan pokok yang sah. Namun dapatlah seorang mengajukan diri sebagai
penanggung untuk suatu perikatan, biarpun perikatan itu dapat dibatalkan dengan
suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya pribadi si berutang, misalnya dalam
hal kebelumdewasaan (pasal 1821).
Menurut pasal 1827 mengatakan bahwa si
berutang diwajibkan memberikan seorang penanggung, harus mengajukan seorang
yang mempunyai kecakapan menurut hukum untuk mengikatkan dirinya, cukup mampu
untuk memenuhi perikatannya dan berdiam di wilayah Indonesia.
2.
Akibat
- akibat Penanggungan antara Kreditur dan Penanggung.
Si penanggung tidaklah diwajibkan
membayar kepada si berpiutang, selainnya jika siberutang lalai, sedangkan harta
benda si berutang ini harus lebih dahulu di sita dan di jual untuk melunasi
utangnya (pasal 1831).
Sipenanggung
tidak dapat menuntut supaya harta benda si berutang terlebih dahulu di sita dan
di lelang untuk melunasi utangnya, dalam hal :
a. Apabila
ia telah melepaskan hak istimewanya untuk enuntut dilakukannya lelang - sita
lebih dahlu atas harta benda si berutang.
b. Apabila
ia telah mengikatkan dirinya bersama - sama dengan si berutang utama secara
tanggung menanggung.
c. Jika
si berutang dapat mengajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya
sendiri secara pribadi.
d. Jika
si berutang berada dalam keadaan pailit.
e. Dalam
halnya penanggungan yang di perintahkan oleh hakim.
3.
Akibat
- akibat penanggung antara si berutang dan si penanggung dan antara si penanggung
sendiri.
Si penanggung dan juga mempunyai hak
menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga, jika ada alasan untuk itu (pasal 1839). Sipenanggung dapat menuntut si berutang untuk diberikan ganti rugi atau
untuk dibebaskan dari perikatannya, bahkan sebelum ia membayar utangnya :
a. Apabila
ia di gugat di muka hakim untuk membayar.
b. Apabila
si berutang telah berjanji membebaskannya dari penanggungannya di dalam suatu
waktu tertentu.
c. Apabila
utangnya telah dapat di tagih karena
lewatnya jangka waktu yang telah di tetapkan untuk pembayarannya.
Setelah
lewatnya waktu sepuluh tahun jika perikatannya pokok tidak mengandung jangka
waktu tertentu untuk pengakhirannya, kecuali apabila perikatannya pokok
sedemikian sifatnya, hingga ia tidak dapat diakhiri sebelum lewatnya jangka
waktu tertentu, sepertinya suatu perwalian (pasal 1843).
4.
Hapusnya
Penanggungan.
Perikatan yang diterbitkan dari
penanggungan hapus karena sebab - sebab yang sama, sebagaimana yang menyebabkan
berakhirnya perikatan - perikatan yang lainnya (pasal 1845).
Adapun
cara - cara berakhirnya perikatan - perikatan itu diatur dalam bab IV
dari buku III B.W. (pasal 1381 dan selanjutnya). Si penanggung dibebaskan
apabilla ia, karena kesalahan si berpiutang, tidak lagi dapat menggantikan hak -
haknya, hipotik - hipotik dan hak - hak istimewanya si berpiutang (pasal 1848).
G. Perdamaian dan Arbitrase.
1.
Perdamaian.
Perdamaian adalah suatu perjanjian
dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu
barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya
suatu perkara. Perjanjian ini tidaklah sah, melainkan jika dibuat secara
tertulis (pasal 1851).
Untuk mengadakan suatu perdamaian
diperlukan bahwa seorang mempunyai kekuasaan untuk melepaskan haknya atas hal -
hal yang termaksud dalam perdamaian itu. Tentang kepentingan - kepentingan
keperdataan yang terbit dari suatu kejahatan atau pelanggaran, dapat diadakan
perdamaian. Perdamaian ini tidak sekali - kali menghalangi pihak kejaksaan
untuk menuntut perkaranya (pasal 1853).
2.
Arbitrase.
Arbitrase adalah cara penyelesaian
sengketa perdata diluar peradilan umum yang di dasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Perjanjian Arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa
klausula arbitrase yang tercantum dalam perjanjian tertulis yang dibuat para
pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang
dibuat para pihak setelah timbul sengketa.
Comments
Post a Comment